Beragam Cerita Asal Muasal Belanda Depok (2-habis)

0
1640

belanda depok tanahdepoktren.com-Selepas kematian Cornelis Chastelein, para pekerja itu lalu mendapatkan apa yang dijanjikan Cornelis dalam surat wasiatnya. Berbekal surat wasiatnya, mereka lalu membentuk tatanan pemerintah sendiri yang diatur dalam Reglement van Het Land Depok. Isi reglement di antaranya Depok dipimpin oleh seorang presiden yang dipilih 3 tahun sekali melalui pemilu. ”Ini lebih bersifat administratif dan mereka seperti mempunyai hak otonomi khusus,” kata Yano Yonathan, salah satu pengurus YLCC (Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein).

Yang menarik dari cerita itu bahwa Depok saat itu merupakan sebuah kawasan tersendiri yang sengaja dibentuk Belanda. Dulu kawasan Depok itu dipimpin oleh seorang presiden, yaitu Cornelis Chastelein. Ditunjuknya Cornelis sebagai presiden karena pada saat itu, hanya dialah orang Belanda yang membeli tanah di sana dan membukanya sebagai lahan perkebunan dan pertanian. Hingga saat ini, namanya tetap diingat oleh “Bangsa Belanda Depok” dan diabadikan sebagai Lembaga Cornelis Chastelein (LCC) di Jalan Pemuda, Kota Depok.

Menurut Yano, Bangas Belanda Depok hidup damai selama puluhan tahun, namun damai itu terkoyak saat Soekarno-Hatta proklamasi kemerdekaan Republik pada 17 Agustus 1945. Tak pelak, rakyat Indonesia menyambut peristiwa itu dengan gegap gempita. pekik merdeka pun berkumandang dengan lantang seiiring dengan berkibarnya sang saka merah putih disetiap sudut jalan.

Tetapi euphoria itu tidak menyentuh tanah depok. Bangsa Belanda Depok belum mengakui kemerdekaan RI. konsekuensinya selang beberapa bulan setelah Proklamasi, Depok diserbu oleh tentara republik. Banyak orang Belanda Depok yang ditawan bahkan dibunuh.

”Bapak saya  cerita waktu itu pernah ditangkap dan dipukul pakai popor senjata sampai gegar otak tak sadarkan diri selama tiga bulan.” kenang Yano yang juga merupakan keturunan dari 12 marga pekerjanya Cornelis Chastelein.

Pernah ada suatu cerita saat Belanda Depok ditawan di salah satu gedung yang berada di kota Depok. ”Mereka dikumpulkan menjadi satu dan ingin dibakar semuanya,” ungkap Yano. Untungnya, kata Yano, ada wartawan asing yang kala itu melihat kejadian dan segera melaporkan kepada pihak Belanda. Pihak Belanda pun mengirimkan beberapa pasukan Gurkha-nya kesana dan mencegah terjadinya tindakan pembakaran terhadap Belanda Depok.

***

belanda depok tentaraBerawal pada akhir abad ke 17 (ada yang mengatakan pada tanggal 18 Mei 1696, ada juga pada tanggal 13 Maret 1675), seorang saudagar Belanda, eks VOC, bernama Cornelis Chastelein membeli tanah di Jatinegara, Kampung Melayu, Karanganyar, Pejambon, Mampang dan Depok.

Adapun tanah Depok di beli dengan harga 700 ringgit, dan status tanah itu adalah tanah partikelir atau terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda. Untuk memelihara tanah yang subur, dengan sawah yang menghampar luas diperlukan tenaga kerja. Maka Chastelein membeli pekerja-pekerja yang berjumlah sekitar 150 orang dari pulau Sulawesi, Kalimantan, Bali dan dari Betawi. Sayang sekali data persis mengenai asal muasal pekerja ini tidak diketahui.

Sejak itulah Cornelis Chastelein menjadi tuan tanah, yang kemudian menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri, lepas dari pengaruh dan campur tangan dari luar. Daerah otonomi Chastelein ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok. Ternyata pemerintah Belanda di Batavia menyetujui pemerintahan Chastelein ini, dan menjadikannya sebagai kepala negara Depok yang pertama.

Sebelum Chastelein meninggal pada tanggal 28 Juni 1714, ia sudah mempersiapkan sebuah surat wasiat yang isinya memerdekakan seluruh pekerja beserta keluarganya. Ia juga membuat para pekerja-pekerja untuk menganut agama Kristen Protestan dan setiap kepala keluarga diminta untuk memakai nama-nama yakni, Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Soedira, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob dan Zadokh.

Tapi ada satu isi surat wasiat Chastelien yang membuat berang Gubernur Jendral Belanda di Batavia, yaitu tentang di wariskannya tanah Depok kepada para pekerjanya. Maka dengan segera pemerintah Belanda mengirim utusan untuk membatalkan isi surat wasiat tersebut, dan mengubahnya menjadi tanah Depok yang diwariskan kepada anak Chastelein.

Bagi pemerintah Belanda pengguguran surat wasiat itu cukup beralasan, sebab dalam undang-undang pemerintah kerajaan Belanda, tidak di benarkan seorang Belanda mewariskan hartanya kepada orang lain, di luar orang Belanda.

Tapi pemerintah Belanda masih mau bersikap luwes. Dibalik surat wasiat Chastelein disebutkan, bahwa para pekerja masih diijinkan menggarap tanah yang selama ini mereka kerjakan dengan status hak pakai. Secara hukum berarti para bekas pekerja berstatus penggarap sekaligus berhak menikmati sebagian hasil dari garapannya. Dan nyatanya, lama kelamaan hak pakai atas tanah tersebut berubah menjadi hak milik. Atau dikenal dengan Deelgerehtigen.

Pada jaman pendudukan Hindia Belanda, para bekas pekerja ini memang bisa hidup cukup enak. Mereka berpendidikan, bekerja di pemerintahan dan menjadi petani kaya dengan tanah puluhan hektar. Namun pada ketika jaman pendudukan Jepang, mereka mulai merasakan kesulitan hidup. Dan titik baliknya nasib mereka adalah ketika Indonesia merdeka.

Rasa cemburu penduduk sekitar Depok tak tertahankan, karena Belanda meng-anakemas-kan Depok selama 2 abad lebih. Orang-orang Depok banyak yang mati dan harta mereka banyak yang di rampok. Pada tanggal 4 Agustus 1952, Pemerintah Indonesia waktu itu mengeluarkan ganti rugi sebesar Rp. 229.261,26,-. Seluruh tanah partikelir Depok menjadi hak milik pemerintah RI, kecuali hak-hak eigendom dan beberapa bangunan : Geraja, Sekolah, Pastoran, Balai pertemuan, dan Pemakaman seluas 0,8621 ha. Sejak itu pula berdiri LCC (lembaga cornelis chastelein), sebuah organisasi sosial yang mengurus sekolah, pemakaman, dan kesejahteraan penduduk Depok Lama.

margonda old houseSecara fisik Depok sudah berubah secara pesat, pada tahun 1982 Depok berubah dari kewedanaan menjadi kota administratif dan pada 1999 berubah menjadi kotamdya dengan dipimpin seorang wali kota. Seiring keberadaan Perumanas Depok 1, Perumnas Depok Utara dan Perumnas Depok 2 serta berdirinya kampus Universitas Indonesia membuat Kota Depok berkembang pesat menjadi sebuah kota metroplitan kecil. Kini telah berdiri pusat-pusat perbelanjaan, perumahan-perumahan, apartemen-apartemen, hotel-hotel dan berbagai macam sekolah dan universitas.

Dan, peninggalan sejarah Bangsa Belanda Depok, perlahan-lahan hilang tanpa ada yang perduli. Rumah-rumah tua orang Belanda Depok banyak yang sudah tergusur dan berubah fungsi, kini hanya beberapa yang tersisa diantaranya juga gereja-gereja, rumah sakit dan sekolah. (adn)

 3,437 total views

LEAVE A REPLY